Langsung saja pertanyaan saya Ustadz, bagaimana hukum merayakan hari Valentine dalam pandangan syariah Islam? Mohon dijelaskan hakikat dan sejarahnya. Mohon dijelaskan, terima kasih
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Nurahini Hendrawati
Jawaban
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Boleh jadi tanggal 14 Pebruari setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan bumi. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Itulah hari valentine, sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.
Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasan valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.
Perayaan Valentine’s Say adalah Bagian dari Syiar Agama Nasrani
Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah yang kita dapat menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama Nasrani.
Bahkan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal ari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari .
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis dari Romawi kuno.
Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam.
Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.
Valentine Berasal dari Budaya Syirik.
Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.
Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid ” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.
Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.
Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka,
naudzu billahi min zalik.
Semangat valentine adalah Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.
Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.
Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina. Istilah dalam bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.
Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks?
Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan di sana sini. Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang.
Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya. Di barat, zina dilakukan oleh siapa saja, tidak selalu Allah SWT berfirman tentang zina, bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
Kamis, 11 Februari 2010
Minggu, 17 Januari 2010
penuntut ilmu akhlak dan akidah
PENUNUTUT ILMU DAN MASYARAKAT
Oleh
Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz ditanya : Problem terbesar yang dihadapai seorang penuntut ilmu adalah problem berpalingnya masyarakat darinya dan dari ilmunya, sementara ia sendiri tidak mengetahui peran yang cocok baginya di masyarakat, karena masyarakat materialistis di zaman sekarang tidak menilai orang kecuali dengan standar materi yang dihasilkan dari kerja apa saja. Bagaimana mengatasinya menurut pandangan Syaikh yang mulia?
Lalu, apa yang harus dilakukan penuntut ilmu, apa harus berada di masyarakat tertentu sehingga ia bisa belajar dan hidup di sana? Atau, apa yang harus diperbuatnya? Kami mohon Syaikh berkenan memberi kami wejangan/nasehat yang telah Syaikh dapatkan dari masyayikh anda dan yang telah mereka peroleh dari masyayikh mereka.
Jawaban
Apa yang diungkapkan oleh penanya ini tidaklah benar. Karena yang benar, bahwa ilmu itu mendahului ahli ilmu dan mengangkat martabat para ahlinya disetiap masyarakat. Jika ia pergi ke Amerika, atau Inggris atau Perancis atau negara mana saja, maka ilmunya akan mengangkat martabatnya diantara minoritas kaum muslimin dan orang-orang yang diserunya berdasarkan ilmu dari kalangan kaum musyrikin, karena mereka akan tertarik kepada kebenaran jika mereka mengetahuinya dan dalil-dalilnya yang nyata dan akhlak para pemeluknya yang mulia, karena Islam adalah agama fithrah (sesuai naluri), agama keseimbangan dan akhlak, agama kekuatan, kesemangatan, persamaan dan semua kebaikan.
Maka seorang penuntut ilmu yang berjalan di atas hujjah, ia mengetahui dalil-dalil syar’iyah, mengetahui hukum-hukum Islam dan mengamalkannya, tetap tegak kepalanya di mana saja dan tetap terhormat di mana saja, lebih-lebih di tengah-tengah jama’ahnya dan penduduk negerinya bila mereka mengetahui keilmuan dan wejangan (nasehat)nya serta kejujuran dan kehati-hatiannya. Sebab, itulah faktor-faktor yang menyebabkannya terhormat, bahkan menjadi dokter yang bijaksana yang menyeru ke jalan Allah dengan hujjah dan kelembutan.
Orang yang demikian akan tegak kepalanya dan dihormati di mana saja, di desa atau kabilah atau lainnya jika ia berperilaku dengan ilmu, baik perkataan maupun perbuatan, jauh dari perilaku fasik dan karakter orang-orang jahat.
Orang-orang semacam ini dicintai di sisi Allah dan para hambaNya yang shalih selama ia berilmu, mengamalkan, menasehati saudara-saudaranya, berlaku lembut terhadap mereka dan berambisi untuk memberi manfaat bagi mereka dengan ilmu, akhlak, harta dan wibawanya, sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan orang-orang shalih.
Pernyataan yang menyebutkan bahwa penuntut ilmu tidak mendapat tempat di masyarakat, adalah pernyataan yang tidak perlu dianggap, karena ini merupakan ungkapan batil yang tidak sesuai dengan realita sebagaimana kami paparkan tadi.
Seorang penuntut ilmu yang mengerti agamanya serta loyal terhadap Allah dan para hambaNya, kepalanya akan tegak dan terhormat di mana saja, di pesawat terbang, di kereta api, di darat, di laut, dan di mana saja, jika ia ikhlas karena Allah serta menampakkan ilmu dan dakwah, berlaku baik terhadap manusia dengan kelembutan dan perkataan yang baik, maka baginya kabar gembira dan akibat yang terpuji serta pujian yang baik dari masyarakat di samping pahala yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firmanNya,
“Artinya : Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” [Yusuf: 90].
Dan firmanNya
“Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” [Al-Ankabu t: 69]
Allah pun berfirman ketika berbicara kepada nabiNya Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” [Hud: 49]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat semakna lainnya.
Kemudian dari itu, jika ditakdirkan ada dai yang belum mencapai tujuannya, bahkan disakiti dan diuji, bukankah ia punya suri teladan pada diri para rasul? Mereka juga disakiti, diuji, dihinakan manusia bahkan ada yang dibunuh. Maka seorang penuntut ilmu bisa meneladani mereka dalam kesabaran dan ketabahan.
Taruhlah umpamanya, seorang penuntut ilmu tidak dihormati di masyarakat, sebenarnya hal ini tidak membahayakannya, karena ia tidak menuntut ilmu agar dihormati, tapi untuk menyelamatkan dirinya dari kebodohan dan mengeluarkan manusia dari kegelapan ke alam yang terang benderang. Jika mereka menerima, mereka akan menghormatinya, alhamdulillah. Jika tidak, itupun tetap baik, bahkan sekalipun mereka membunuhnya atau menghinakannya, ia bisa meneladani para rasul, bahkan rasul terakhir, Muhammad Saw, pernah dianiaya dan dikeluarkan dari negerinya Makkah ke Madinah.
Dari itu, seorang dai yang jujur dan ikhlas, memiliki berita gembira tentang adanya kebaikan, kehormatan, kemuliaan dan akibat yang baik, jika ia tetap menempuh jalan yang lurus, berakhlak mulia dan sesuai petunjuk, serta memiliki kesan terpuji tanpa melakukan kekerasan maupun kekasaran dan tidak melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak diperlukannya. Jika demikian, ia akan baik sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan rasul termasuk penutup mereka yang paling utama, pemimpin para dai dan para mujahid, nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, dan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan. Wallahu waliyut taufiq.
[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah, edisi 47, Syaikh Ibnu Baz, hal. 163-166]
[Disalin dari bukuAl-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]
sumber : www.almanhaj.or.id
Oleh
Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz ditanya : Problem terbesar yang dihadapai seorang penuntut ilmu adalah problem berpalingnya masyarakat darinya dan dari ilmunya, sementara ia sendiri tidak mengetahui peran yang cocok baginya di masyarakat, karena masyarakat materialistis di zaman sekarang tidak menilai orang kecuali dengan standar materi yang dihasilkan dari kerja apa saja. Bagaimana mengatasinya menurut pandangan Syaikh yang mulia?
Lalu, apa yang harus dilakukan penuntut ilmu, apa harus berada di masyarakat tertentu sehingga ia bisa belajar dan hidup di sana? Atau, apa yang harus diperbuatnya? Kami mohon Syaikh berkenan memberi kami wejangan/nasehat yang telah Syaikh dapatkan dari masyayikh anda dan yang telah mereka peroleh dari masyayikh mereka.
Jawaban
Apa yang diungkapkan oleh penanya ini tidaklah benar. Karena yang benar, bahwa ilmu itu mendahului ahli ilmu dan mengangkat martabat para ahlinya disetiap masyarakat. Jika ia pergi ke Amerika, atau Inggris atau Perancis atau negara mana saja, maka ilmunya akan mengangkat martabatnya diantara minoritas kaum muslimin dan orang-orang yang diserunya berdasarkan ilmu dari kalangan kaum musyrikin, karena mereka akan tertarik kepada kebenaran jika mereka mengetahuinya dan dalil-dalilnya yang nyata dan akhlak para pemeluknya yang mulia, karena Islam adalah agama fithrah (sesuai naluri), agama keseimbangan dan akhlak, agama kekuatan, kesemangatan, persamaan dan semua kebaikan.
Maka seorang penuntut ilmu yang berjalan di atas hujjah, ia mengetahui dalil-dalil syar’iyah, mengetahui hukum-hukum Islam dan mengamalkannya, tetap tegak kepalanya di mana saja dan tetap terhormat di mana saja, lebih-lebih di tengah-tengah jama’ahnya dan penduduk negerinya bila mereka mengetahui keilmuan dan wejangan (nasehat)nya serta kejujuran dan kehati-hatiannya. Sebab, itulah faktor-faktor yang menyebabkannya terhormat, bahkan menjadi dokter yang bijaksana yang menyeru ke jalan Allah dengan hujjah dan kelembutan.
Orang yang demikian akan tegak kepalanya dan dihormati di mana saja, di desa atau kabilah atau lainnya jika ia berperilaku dengan ilmu, baik perkataan maupun perbuatan, jauh dari perilaku fasik dan karakter orang-orang jahat.
Orang-orang semacam ini dicintai di sisi Allah dan para hambaNya yang shalih selama ia berilmu, mengamalkan, menasehati saudara-saudaranya, berlaku lembut terhadap mereka dan berambisi untuk memberi manfaat bagi mereka dengan ilmu, akhlak, harta dan wibawanya, sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan orang-orang shalih.
Pernyataan yang menyebutkan bahwa penuntut ilmu tidak mendapat tempat di masyarakat, adalah pernyataan yang tidak perlu dianggap, karena ini merupakan ungkapan batil yang tidak sesuai dengan realita sebagaimana kami paparkan tadi.
Seorang penuntut ilmu yang mengerti agamanya serta loyal terhadap Allah dan para hambaNya, kepalanya akan tegak dan terhormat di mana saja, di pesawat terbang, di kereta api, di darat, di laut, dan di mana saja, jika ia ikhlas karena Allah serta menampakkan ilmu dan dakwah, berlaku baik terhadap manusia dengan kelembutan dan perkataan yang baik, maka baginya kabar gembira dan akibat yang terpuji serta pujian yang baik dari masyarakat di samping pahala yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firmanNya,
“Artinya : Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” [Yusuf: 90].
Dan firmanNya
“Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” [Al-Ankabu t: 69]
Allah pun berfirman ketika berbicara kepada nabiNya Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” [Hud: 49]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat semakna lainnya.
Kemudian dari itu, jika ditakdirkan ada dai yang belum mencapai tujuannya, bahkan disakiti dan diuji, bukankah ia punya suri teladan pada diri para rasul? Mereka juga disakiti, diuji, dihinakan manusia bahkan ada yang dibunuh. Maka seorang penuntut ilmu bisa meneladani mereka dalam kesabaran dan ketabahan.
Taruhlah umpamanya, seorang penuntut ilmu tidak dihormati di masyarakat, sebenarnya hal ini tidak membahayakannya, karena ia tidak menuntut ilmu agar dihormati, tapi untuk menyelamatkan dirinya dari kebodohan dan mengeluarkan manusia dari kegelapan ke alam yang terang benderang. Jika mereka menerima, mereka akan menghormatinya, alhamdulillah. Jika tidak, itupun tetap baik, bahkan sekalipun mereka membunuhnya atau menghinakannya, ia bisa meneladani para rasul, bahkan rasul terakhir, Muhammad Saw, pernah dianiaya dan dikeluarkan dari negerinya Makkah ke Madinah.
Dari itu, seorang dai yang jujur dan ikhlas, memiliki berita gembira tentang adanya kebaikan, kehormatan, kemuliaan dan akibat yang baik, jika ia tetap menempuh jalan yang lurus, berakhlak mulia dan sesuai petunjuk, serta memiliki kesan terpuji tanpa melakukan kekerasan maupun kekasaran dan tidak melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak diperlukannya. Jika demikian, ia akan baik sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan rasul termasuk penutup mereka yang paling utama, pemimpin para dai dan para mujahid, nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, dan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan. Wallahu waliyut taufiq.
[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah, edisi 47, Syaikh Ibnu Baz, hal. 163-166]
[Disalin dari bukuAl-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]
sumber : www.almanhaj.or.id
Jumat, 15 Januari 2010
liburan
Pada liburan semester kali ini saya hanya berlibur d rumah saja. D rumah sangat membosankan. Karena d rumah sangat membosankan jdi tiap hari selama liburan saya pergi k warnet untuk bermain game online. Sehabis bangun pagi saya biasanya duduk sambil menonton TV setelah itu baru saya bergegas untuk mandi. Saya biasanya pergi k warnet dari jam 10 pagi sampai jam 12 sore. gw pulang ke rmh dan langsung nonton TV sampai sore. setelah it gw mandi. Malamnya saya biasanya menonton TV lalu belajar sekitar jam 8 sampai jam 9 malam dan setelah belajar saya langsung tidur dan kadang - kadang saya terbangun sekitar jam 6 sampai 11 pagi. Hari - hari liburan saya sangat tidak menyenangkan karena d rumah saya merasa bosan sekali karena d rumah saya hanya duduk,nonton TV & tdur2 an d rmh.
Selama liburan semester ini tidak ada hal yg sangat menyenangkan
sekian dan trima kasih !!!!!!!!!!!!!!!
Wasalam !!!!!!!!!!!!!
Selama liburan semester ini tidak ada hal yg sangat menyenangkan
sekian dan trima kasih !!!!!!!!!!!!!!!
Wasalam !!!!!!!!!!!!!
Langganan:
Postingan (Atom)